I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Keimanan kepada Allah SWT itu merupakan hubungan paling mulia
antara manusia dengan Dzat yang Maha Menciptakan. Sebab, manusia adalah makhluk
Tuhan yang menetap di atas permukaan bumi, dan makhluk yang memiliki sifat paling mulia yaitu
keimanan.[1]
Iman adalah meyakini dalam hati, lalu diucapkan dengan lisan,
kemudian di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.[2]
Keimanan itu bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja,
tetapi keimanan yang sebenarnya adalah kepercayaan dari hati nurani.
Keimanan itu tidak sempurna jika tidak disertai dengan rasa cinta
yang hakiki, yaitu cinta yang ditujukan kepada Allah SWT. Yakin bahwa agama
Allah harus di atas segala-galanya. Adapun kesan keimanan itu tampak nyata sekali
dalam ketakutan kita
kepada Allah. Sebab,orang yang mengetahui atas kedudukan Allah akan merasakan
kebesaran, kekuasaan dan kemuliyaanNya.[3]
Maka dalam makalah ini kami akan memaparkan tentang Iman kepada Allah.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian tauhid
rububiyyah dan tauhid uluhiyyah?
2.
Apa itu makna
ibadah?
3.
Bagaimana cara
makrifat kepada Allah?
4.
Apa saja dalil
wujud Allah?
5.
Apa pengertian
kufur dan syirik serta bahayanya?
II. PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Tauhid
Rububiyyah dan Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Rububiyyah yaitu mengimani bahwasanya Allah adalah Raja,
Penguasa dan Rabb yang mengatur segala sesuatu, dengan meyakini bahwa Allah sendiri
yang menciptakan segenap makhluk. Allah berfirman:
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ
وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". [Az-Zumar: 62]
Bahwasanya Allah adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Dan bahwasanya Allah adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Allah yang mengangkat dan menurunkan, Allah yang memuliakan dan menghinakan, Maha kuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, yang menghidupkan dan yang mematikan.
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu". [Az-Zumar: 62]
Bahwasanya Allah adalah Pemberi rizki bagi setiap manusia, binatang dan makhluk lainnya. Dan bahwasanya Allah adalah Penguasa alam dan Pengatur semesta, Allah yang mengangkat dan menurunkan, Allah yang memuliakan dan menghinakan, Maha kuasa atas segala sesuatu. Pengatur rotasi siang dan malam, yang menghidupkan dan yang mematikan.
Allah menyatakan pula tentang keesaanNya dalam rububiyahNya atas
segala alam semesta. Firman Allah:
الْحَمْدُ للّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” [Al-Fatihah: 2]
Allah menciptakan semua makhlukNya di atas fitrah pengakuan terhadap
rububiyahNya. Sebagaimana
perkataan para rasul yang difirmankan Allah:
قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ
“Berkata rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” [Ibrahim: 10]
“Berkata rasul-rasul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?” [Ibrahim: 10]
Adapun orang yang paling dikenal pengingkarannya adalah Fir’aun.
Namun demikian di hatinya masih tetap meyakiniNya. [4]
Tauhid Uluhiyyah artinya mengesakan Allah dalam peribadatan dan
penyembahannya, seperti berdo’a, khauf (takut), raja’ (harap), mahabbah
(cinta), dzabh (penyembelihan), bernadzar, isti’anah (minta pertolongan),
isthighotsah (minta pertolongan di saat sulit), isti’adzah (meminta perlindungan)
dan segala apa yang disyari’atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak
menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Semua ibadah harus dilakukan hanya
kepada Allah semata dan ikhlas karenaNya. Dan tidak boleh ibadah tersebut
dipalingkan kepada selain Allah.
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Sesungguhnya
Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia
mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa
yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah
tersesat sejauh-jauhnya”. [QS. An Nisa: 116]
Al-ilaah
artinya yaitu sesuatu yang disembah dengan penuh kecintaan serta pengagungan.
Allah berfirman:
Allah berfirman:
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ
الرَّحْمَٰنُ الرَّحِيمُ
“Dan
Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan yang haq melainkan
Dia. Yang Maha pemurah lagi Maha Penyayang”
[Al-Baqarah: 163]
Allah berfirman mengenai Latta, Uzza dan Manah yang disebut sebagai
tuhan, namun tidak diberi hak Uluhiyah:
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya…”[An-Najm: 23]
Setiap sesuatu yang disembah selain Allah adalah bathil, dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla.
“Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapakmu mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya…”[An-Najm: 23]
Setiap sesuatu yang disembah selain Allah adalah bathil, dalilnya adalah firman Allah Azza wa Jalla.
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ
دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“(Kuasa Allah) yang demikian itu adalah karena
sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
selain dari Allah, itulah yang bathil, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang
Maha tinggi lagi
Maha besar” [Al-Hajj: 62]
Orang-orang musyrik tetap saja mengingkarinya. Mereka masih saja
mengambil sesembahan selain Allah. Mereka menyembah, meminta bantuan dan
pertolongan kepada tuhan-tuhan itu dengan menyekutukan Allah.[5]
2.2
Makna Ibadah
Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-perintahNya melalui
lisan para RasulNya, merendahkan diri kepada
Allah , serta mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun
bathin.[6]
Ibadah memiliki dua sisi makna:
a. Ibadah
bermakna ta’abbud, artinya adalah tadzallul atau menghinakan diri dan
khudhuu’
atau tunduk. Beribadah kepada Allah dengan makna ini berarti menghinakan diri
dan tunduk kepada Allah.
b. Ibadah
bermakna al muta’abbad bihi (sesuatu yang dengannya kita beribadah),
artinya adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik
berupa perkataan atau perbuatan, baik bersifat nampak atau tersembunyi.
Beribadah dengan makna ini berarti melakukan segala perkara yang dicintai dan
diridhai oleh Allah, baik perkara tersebut diyakini dan diamalkan oleh hati
kita, diucapkan oleh lisan kita, atau diperbuat oleh anggota tubuh kita.
Dari dua
makna ibadah diatas, kita dapat menilai kapan perbuatan kita disebut ibadah.
Kita ambil contoh, shalat misalnya. Mengapa shalat kita katakan ibadah? Karena
(1) shalat merupakan bentuk ketundukan kepada Allah, (2) shalat adalah
perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah karena Allah telah
memerintahkannya.[7]
2.3
Cara Makrifat
kepada Allah
Makrifat kepada
Allah SWT adalah makrifat yang seluhur-luhurnya bahkan yang semulia-mulianya, sebab
makrifat kepada Allah itulah yang merupakan asas berdirinya segala kehidupan
kerohanian.
Ada dua cara untuk
bermakrifat kepada Allah SWT, yaitu:
Pertama, dengan
menggunakan akal pikiran dan memeriksa secara teliti ciptaan Allah yang berupa
benda-benda yang beraneka ragam ini. Tugas akal adalah merenung, memeriksa,
memikirkan dan mengamati. Jika kekuatan menganggur, maka hilang pula pekerjaan
akal, dan juga menganggur tugasnya yang terpenting dan ini pasti akan diikuti
oleh terhentinya kegiatan hidup. Jika ini sudah terjadi, akan menyebabkan
kebekuan, kematian dan kerusakan akal itu sendiri. Pekerjaan seperti ini termasuk
inti peribadatan kepada Allah.
Kedua, dengan mengetahui nama-nama Allah serta sifat-sifat-Nya. Jalan
lain dalam mencapai makrifat kepada Allah SWT adalah memahami nama-nama Allah yang
baik-baik serta sifat-sifatNya yang luhur dan tinggi. Jadi nama-nama dan
sifat-sifat itulah yang merupakan perantara yang digunakan oleh Allah agar
makhlukNya dapat bermakrifat pada Nya.
Nama-nama itu adalah yang disebutkan oleh Allah dalam firman Nya:
قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَٰنَ ۖ أَيًّا مَا
تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
“Katakanlah, ‘Serulah Allah atau serulah Rahman. Mana saja nama
Tuhan yang kamu semua seru, Dia adalah mempunyai nama-nama yang baik." (Q.S. Al-Isra:110).
Dengan nama-nama itulah yang kita semua diperintah untuk
menyerunya. Allah berfirman,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ فَادْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا
الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ ۚ
“Bagi Allah adalah nama-nama yang baik, maka
serulah dengan menggunakan nama-nama itu.”
(Q.S. Al-A’raf:180).
Adapun jumlah nama-nama Allah yang baik (asmaul husna) itu ada 99 nama. Imam
Bukhari, Muslim dan Tirmizi meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah r.a.
bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:
“Allah itu mempunyai 99 nama. Barangsiapa menghafalnya ia masuk
surga. Sesungguhnya Allah itu Maha Ganjil (tidak genap) dan cinta sekali pada
hal yang ganjil (tidak genap)”.
(H.R. Ibnu Majah).[8]
2.4
Dalil wujud
Allah
Wujud Allah
telah dibuktikan oleh dalil fitrah, indera, akal, syara’ dan sejarah serta
mengagungkan dan mentauhidkan
Allah.
1. Dalil Fitrah
Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Semua bayi yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi,
Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari).
Adapun tentang
pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:
“Dan ingatlah
ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini
Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya
(Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan:
‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
(keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua
kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak
keturunan yang datang setelah mereka.” (QS. Al A’raf: 172-173).
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas
bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan bahwa manusia
dengan fitrahnya mengenal Rabbnya.
2. Dalil Al
Hissyi (Dalil Indrawi)
Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:
Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan
terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolonganNya yang diberikan
kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti
tentang wujud Allah. Allah berfirman:
وَنُوحًا
إِذْ نَادَىٰ مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ
الْكَرْبِ الْعَظِيمِ
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
إِذْ
تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu…” (Al Anfaal 9)
b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat,
yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas
tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena
hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia.
Contoh pertama adalah Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung.
Allah berfirman, yang artinya:
“Lalu Kami wahyukan kepada
Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan
tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. ” (Asy Syu’ara 63)
Contoh kedua adalah mu’jizat Nabi Isa ketika
menghidupkan orang-orang yang sudah mati, lalu mengeluarkannya dari kubur
dengan ijin Allah.
فَيَكُونُ
طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ
“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin
Allah…”
(Al Imran 49)
وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي
“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)
Contoh ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya.
Allah berfirman tentang hal ini, yang artinya:
“Telah dekat
(datangnya) saat (Kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka
(orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan
berkata: “ (Ini adalah) sihir yang terus-menerus. ” (Al Qomar: 1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujudNya.
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujudNya.
3. Dalil ‘Aqli (dalil akal
pikiran)
Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses
terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk yang terdahulu maupun yang akan
datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya
sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan.
Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk
anda. Akan anda dapati bahwa segala sesuatu di ruang ini adalah “buatan”:
dindingnya sendiri, pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas
meja dan pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di
ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh
seseorang: mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri
sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk
itu ada yang menciptakan yaitu Allah Rabb semesta alam.
Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil
qath’i dalam surat Ath Thuur:
أَمْ
خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur 35)
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak
diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi
jelas yang menciptakan makhluk adalah Allah.
4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)
Berita-berita alam semesta yang dapat
disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu merupakan
dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk
mewujudkan apa yang diberitakan itu.
“Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah,
tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. 4:82)
Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang
bersesuaian dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah, karena
tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya. Akan tetapi
agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami penyimpangan dan perubahan
sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus.
Setelah kita mengenal dan mengimani
keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali
Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur semua
makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari
ketiadaan, Allah berfirman:
“Allah pencipta langit dan bumi,
dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya
mengatakan kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia”. (QS. 2:117)
5. Dalil Sejarah
Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan
Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka
bumi. Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi
orang-orang yang berakal.
6. Mengagungkan Allah dan
MenTauhidkan Allah
Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di
atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt
begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini.
Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.[9]
2.5
Pengertian
kufur dan syirik serta bahayanya
Kufur secara etimologi berarti menutupi. Sedangkan secara
terminologi kufur adalah tidak beriman kepada Allah dan RasulNya, baik dengan
mendustakanNya atau tidak mendustakanNya.[10]
Bahaya-bahaya kufur yang tidak terasa:
Ucapan dan
keyakinan yang menyebabkan kufur:
(1)Setiap orang
yang mencaci Allah atau mencaci seorang Rasul dari para Rasul Allah, atau satu
malaikat dari malaikat Allah, maka sungguh orang itu telah kafir,
(2)Setiap orang
yang mengingkari rububiyyah (hanya Allah Dzat yang menciptakan dan memelihara
alam ini) atau uluhiyyah (hanya Allah Dzat yang berhaq disembah) atau risalah
seorang Rasul dari para Rasul Allah, atau mempunyai keyakinan bahwa akan ada
nabi setelah Nabi akhir zaman, Muhammad saw, maka orang tersebut telah menjadi
kufur,
(3)Setiap orang
yang mengingkari salah satu yang difardhukan (diwajibkan) dari kewajiban-kewajiban
agama yang telah disepakati (ijma’) seperti sholat, zakat, puasa, ibadah haji,
berbuat baik kepada orang tua atau jihad misalnya, maka orang itu telah kufur,
(4)Setiap orang
yang membolehkan segala macam yang diharamkan agama yang keharamannya telah
disepakati, diketahui secara dhoruri (mudah) dalam syari’at, seperti zina,
minum khamr, mencuri, membunuh, dan menyihir, maka sungguh orang itu telah
kufur,
(5)Setiap orang
yang mengingkari satu surat, satu ayat, atau satu huruf dalam Al-Qur’an, maka
sungguh orang itu telah kufur,
(6)Setiap orang
yang mengingkari satu sifat dari sifat-sifat Allah, seperti sifat hidup, Maha
Mengetahui, Maha Mendengar, Maha Melihat, dan Maha Penyayang, maka sungguh
telah kufur orang tersebut,
(7)Setiap orang
yang jelas kelihatan meremehkan agama, apa yang diwajibkan atau disunnahkannya,
mempermainkan, menghinanya, melempari Al-Qur’an dengan kotoran, menginjak
dengan kakinya, karena menghina dan merendahkannya, maka sungguh orang itu
telah kufur,
(8)Setiap orang
yang memiliki keyakinan bahwa tidak ada bi’tsah (kebangkitan setelah alam
kubur), tidak ada siksa, tidak ada ni’mat pada hari qiyamat, atau berkeyakinan
bahwa siksa dan ni’mat pada hari qiyamat nanti bahwa bersifat ma’nawi saja,
maka menjadi kufurlah orang tersebut,
(9)Setiap orang
yang berpendapat bahwa para wali itu lebih utama dari para nabi, atau bahwa
ibadah itu gugur (tidak wajib) dari sebagian para wali, maka sungguh orang itu
telah kufur.[11]
Syirik adalah menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah
dan Uluhiyyah serta Asma dan Sifat-Nya.[12]
Bahaya-bahaya syirik adalah:
(1) Penghalang terbesar seseorang masuk surga,
dan penyebab utama di neraka.
“…Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan
tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang
penolongpun.” [QS. Al-Maa’idah: 72]
(2) Penghapus amalan
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya.
Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka
amalan yang telah mereka kerjakan.” [QS. Al-An’aam: 88]
Jika sebuah amalan shalih diiringi dengan
riya’, maka akan gugurlah amalan-amalan tersebut dan tidak bernilai di sisi
Allah.
(3) Penghalang mendapatkan ampunan dari Allah
Dosa syirik tidak akan diampuni. Jika seseorang
mati membawa dosa syirik dan ia belum bertaubat darinya, maka Allah tidak akan
mengampuninya. Adapun bagi dosa selainnya, maka hal itu di bawah kehendak
Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni
dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik)
itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah,
maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS. An-Nisaa’: 48]
(4) Penghalang mendapatkan syafa’at (terutama
dari Rasulullah)
Syafa’at Tsabitah Shahihah (yang tetap dan
benar), yaitu yang ditetapkan oleh Allah dalam kitab-Nya atau yang ditetapkan
oleh Rasul-Nya. Syafa’at ini hanya bagi ‘Ahlut Tauhid wal Ikhlas. Karena Abu
Hurairah pernah bertanya kepada Nabi “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling
bahagia dengan mendapatkan syafa’at baginda ?”
Beliau menjawab: “Orang yang mengatakan Laa
ilaaha illallah secara ikhlas (murni) dari kalbunya”.[HR. Bukhari]
Lalu, bagaimana mungkin orang yang menyekutukan
Allah, atau mengingkari kalimat tauhid “Laa ilaha ilallahu” akan mendapatkan
syafa’at di Hari Kiamat kelak? Saat tiada syafa’at selain atas izinNya dan
kepada yang dikehendakiNya.
“Siapakah yang dapat memberi syafa’at di
sisi Allah tanpa izin-Nya?”. [QS. Al-Baqarah : 255]
(5) Penyebab binasanya umat sebelum Nabi
Muhammad
“Katakanla: Adakanlah perjalanan di muka
bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu.
Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)”.
[QS. A-Ruum: 42]
(6) Syirik menyebabkan seseorang terjerumus ke
lembah yang paling hina (najis)
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya
orang-orang yang musyrik itu najis…”. [QS. At-Taubah: 28]
Maksud musyrik di atas, adalah jiwa orang-orang
yang musyrikin adalah kotor (najis), karena menyekutukan Allah.
(7) Menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran
dalam hati
“Akan Kami masukkan ke dalam hati
orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat
kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal
orang-orang yang zalim”. [QS. Al-Imron: 151]
Ketakutan dan kekhawatiran itu mungkin tidak
akan dirasakan di dunia, tapi di Hari Pembalasan kelak, karena begitu
dahsyatnya pada saat itu.
(8) Mencoreng Islam di hadapan orang-orang yang
tidak tahu tentang agama Islam
“Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada
keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk
memberi ampunan kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai
masa yang ditentukan?’ Mereka berkata: ‘Kamu tidak lain hanyalah manusia
seperti kami juga. Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami
dari apa yang selalu disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada
kami, bukti yang nyata”. [QS. Ibrahim: 10]
(9) Membuka peluang bagi musuh-musuh Islam
untuk menikam agama Islam
Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh
sebagian umat Islam (yang tidak bertanggung jawab), akan dimanfaatkan oleh
musuh-musuh Islam untuk menghina Islam dan kaum Muslimin. Dan tak heran jika
muncul aliran-aliran sesat, yang berawal dari kebodohan kaum muslimin terhadap
pentingnya tauhid dan bahaya syirik.[13]
III. KESIMPULAN
1.
Tauhid yaitu pengesaan
kepada Allah di dalam Rububiyah, Uluhiyyah, dan Asma’ waal sifat.
2. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.
3.
Makrifat kepada Allah SWT merupakan asas
berdirinya segala kehidupan kerohanian dengan cara mendekatkan diri kepadaNya.
4.
Syirik adalah
menyamakan selain Allah dengan Allah dalam Rububiyyah dan Uluhiyyah serta Asma
dan Sifat-Nya.
5.
Keimanan itu dapat menjadikan jiwa suci, hati
menjadi bersih dan kehidupan menjadi tenang serta mengubah manusia yang asalnya
lemah menjadi kuat. Salah satu kesan keimanan adalah lebih mencintai Allah dan
Rasulnya dari segala sesuatu yang ada. Sehingga akan benar-benar merasakan
kemuliaan dan keagunganNya.
IV. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami paparkan,
semoga pemaparan tersebut bermanfaat untuk kita semua. Akan lebih lengkap jika
kami mendapatkan kritikan yang dapat membangun dan membenahi makalah yang kami
buat ini, untuk membuat makalah kedepan yang lebih baik.
Daftar Pustaka
Sabiq, Sayid. 1993. Aqidah Islam. Bandung: CV. Diponegoro
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan. At-Tauhid Lish
Shaffil Awwal Al-Ali. Darul Haq
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2004. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah. Pustaka At-Taqwa
Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2004. Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal
Jama'ah. Pustaka Imam as-Syafi’i
http://kaahil.wordpress.com/2012/08/25/lengkap-definisi-makna-pengertianarti-ibadah-yang-benar-dalam-islam-definisi-ibadah-menurut-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah-macam-macam-ibadah-syarat-syarat-diterimanya-ibadah-pilar-pilar/
http://www.slideshare.net/ratna_sari_dewi/pengertian-iman-kepada-allah
[1] Lihat Aqidah
Islam(hal.122), Sayid Sabiq
[2] http://www.slideshare.net/ratna_sari_dewi/pengertian-iman-kepada-allah
[3] Sayid Sabiq,
Op.Cit., (hal.123-126)
[4] kitab
At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis
Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan(hal.36)
[5] Syarah
Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas (hal.152)
[6] http://kaahil.wordpress.com/2012/08/25/lengkap-definisi-makna-pengertianarti-ibadah-yang-benar-dalam-islam-definisi-ibadah-menurut-syaikhul-islam-ibnu-taimiyyah-macam-macam-ibadah-syarat-syarat-diterimanya-ibadah-pilar-pilar/
[7] http://sabilulilmi.wordpress.com/2012/03/07/makna-ibadah/
[8] Sayid
Sabiq, Op.Cit., (hal.31-33)
[9] http://www.dakwatuna.com/2008/02/21/406/wujud-dan-sifat-allah/
[11] http://id-islamdefenders.blogspot.com/2010/06/bahaya-kufur-yg-tak-terasa.html
[12] Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Op. Cit., hal.170
[13] http://anggrafansclub.wordpress.com/2012/01/06/sembilan-bahaya-syirik/
No comments:
Post a Comment