BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kita sebagai makhluk yang bermasyarakat, dalam
kehidupan sehari-hari tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial. Baik secara
luas, maupun secara terbatas, kita harus selalu berhubungan dengan orang lain
di sekitar kita. Sudah menjadi kodrat alam, manusia tidak bisa hidup sendiri
tanpa orang lain, sebaliknya mereka selalu hidup bersama. Sekurang-kurangnya
kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang.
Dalam ajarannya, seorang ahli fikir yunani kuno Aristoteles menyatakan bahwa manusia itu
ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia sebagai mankhluk hidup pada dasarnya
selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk
yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifat manusia yang suka bergaul itu
maka manusia disebut dengan makhluk
sosial.[1]
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial, juga
memiliki sikap, kemauan, emosi, dan
potensi-potensi kejiwaan lainnya, yang dapat berkembang dalam kehidupan
bermasyarakat. Gejala dan kemampuan psiko-sosial yang dimiliki manusialah yang
menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.[2]
2. Rumusan Masalah
1. Manusia
dan Masyarakat.
2. Kaidah
sosial sebagai Perlindungan Kepentingan
Manusia.
3. Jenis-jenis
kaidah sosial.
4. Perbedaan
antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
5. Hubunga
antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
1. Manusia dan Masyarakat
Sejak dilahirkan, manusia sudah berada di antara
manusia lain yang melahirkannya dan mengurusnya hingga dia mampu berdiri
sendiri sebagai manusia dewasa. Perkembangan individu menjadi jiwa yang mandiri
tidak hanya didukung dan dihambat dirinya sendiri, melainkan didukung dan
dihambat oleh lingkungan dan kelompok di sekitarnya. Perkembangan individu juga
dipengaruhi oleh kesempurnaan fisik yang juga mempengaruhi daya pikir, reaksi
emosional, kemauan, kecerdasan, dan ketajaman ingatannya. Faktor biotik inilah
yang membedakan antara suatu individu dengan individu lainnya. Oleh karenanya
tidak ada manusia yang sama sifat dan kepribadiannya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga merupakan
kelompok utama yang berpengaruh langsung dalam membentuk kepribadian dasar
seorang individu (primary group). Kelompok lain yang juga berpengaruh langsung
terhadap kepribadian seorang individu adalah teman sepermainan dan para
tetangga. Selain kelompok yang secara langsung mempengaruhi kepribadian seorang
individu, ada juga kelompok yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian
seorang individu (secondary group) yaitu perkumpulan, perhimpunan, tempat
kerja, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, kelompok manusia yang dimaksud adalah
manusia yang menunjukkan hubungan antara satu sama lainnya. Dengan demikian,
dalam kelompok ini terdapat suatu setruktur tertentu yang menunjukan adanya
hubungan antar individu satu sama lain yang membentuk suatu kelompok. Setruktur
yang dimaksudkan adalah susunan intern yang memungkinkan kontinuitas (kelanjutan
hubungan tanpa batas) atau kesinambungan hidup dan pelaksanaan fungsi, yang
menjadikan individu-individu di dalamnya merasa terikat dengan norma dan
nila-nilai yang harus ditaati bersama. Jadi suatu kelompok, tidak hanya
diwujudkan oleh berkumpulnya manusia yang lebih dari satu orang, melainkan
terwujud pula oleh adanya hubungan, struktur, dan pranata-pranata yang
mengikatnya.
Manusia juga berpengaruh terhadap perkembangan
kelompok, baik yang menyangkut kualitas, maupun yang menyangkut kuantitasnya.
Perkembangan sosial, ekonomi, maupun budaya merupakan ungkapan pengaruh
individu yang mendukung kelompok tersebut. Akan menjadi seperti apa suatu
kelompok bergantung pada ativitas dan kreativitas individu-individu
pendukungnya. Bahkan bagi individu-individu yang memiliki kepribadian yang
tinggi, dapat mempengaruhi kelompok sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi
pedoman dan teladan bagi anggota-anggota kelompok lainnya[3].
Dengan demikian, maka antara individu dan kelompok terdapat hubungan timbal
balik yang sangat erat. Terjadi interelasi dan interaksi yang fungsional. Di
satu pihak individu dapat dikatakan dibentuk menjadi pribadi oleh kelompok. Di
lain pihak individu juga mempengaruhi kehidupan dan perkembangan kelompok.
Dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini semua harus menjadi kesadaran dan
penghayatan kita bersama.
Beberapa ahli berpendapat perihal definisi
masyarakat atau kelompok, diantaranya:
Ø Menurut
Selo Soemarjan, masyarakat adalah orang yang hidup bersama, yang menimbulkan
suatu kebudayaan.
Ø Menurut
CST. Kansil, SH, masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari kodrat
yang sama. Jadi masyrakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih, hidup
bersama, sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan yang
mengakibatkan seseorang dengan orang lainnya salin kenal mengenal dan pengaruh
mempengaruhi.[4]
Hasrat
untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan keharusan
badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Hidup bersama sebagai perhubungan
berbeda-beda tingkatnya, semisal: hubungan antara suami dengan istri dalam
rumah tangga, keluarga, suku bangsa, dan lainnya. Kehidupan bersama tersebut
dapat berbentuk desa, kota, daerah, negara, dan perserikatan bangsa-bangsa.[5]
Selanjutnya, dalam masyarakat pun
terdapat golongan-golongan, yang timbul karena berbagai macam alas an,
diantaranta:
Ø Merasa
tertarik pada orang tertentu;
Ø Merasa
memiliki kesukaan yang sama dengan orang lain;
Ø Merasa
memerlukan bantuan orang lain;
Ø Mempunyai
hubungan daerah dengan orang lain;
Ø Mempunyai
hubungan kerja dengan orang lain;
Golongan-golongan dalam masyarakat ini memiliki
sifat yang berbeda-beda, yang bergantung pada dasar dan tujuan
individu-individu bergambung dalam kelompok tersebut. Pada umumnya ada tiga
macam golongan yang besar, yaitu:
Ø Golongan
yeng berdasarkan hubungan kekeluargaan: perkumpulan keluarga;
Ø Golongan
yang berdasarkan hubungan pekerjaan atau kepentingan: perkumpulan koperasi,
mahasiswa, dan lain-lain;
Ø Golongan
yang berdasarkan hubungan tujuan atau pandangan hidup atau ideologi: partai polotik,
perkumpulan keagamaan.
Dalam suatu golongan seringakali tumbuh semangat
yang khusus, yang berbeda dengan semangat golongan lain. Semangat golongan
dapat membahayakan, jika golongan tersebut merasa lebih penting, lebih tinggi,
lebih berkuasa dari golongan lain. Oleh karena itu untuk persatuan bangsa harus
selalu diutamakan pembinaan semangat persatuan yang ditujukan kepada
kepentingan bersama. Inilah yang menjadi tugas dan kewajiban tiap pemimpin
golongan dalam masyarakat.
Interaksi antar anggota dalam masyarakat pun
bertolak dari prinsip saling bertukar antar-sesamanya yang dalam hal ini
dimulai dari “memberi” sesuatu kepada orang lain, dan “menerima kembali”
sesuatu dari orang lain dalam komosisi yang seimbang, sehingga tingkah polah
anggota masyarakat selalu dilakukan dengan pertimbangan “untung rugi”.[6]
2.
Kaidah
sosial sebagai Perlindungan Kepentingan
Manusia
Kahidupan manusia dalam pergaulan masyarakat
dilipute oleh kaidah-kaidah atau norma-norma, yaitu peraturan-peraturan hidup
yang mempengaruhi tingkah laku manusia dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya
merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan
keluarga yang dikenalnya, kemudian juga yang berlaku di luarnya, dalam
masyarakat. Yang dirasakan paling nyata ialah peraaturan-peraturan hidup yang
berlaku dalam suatu Negara.[7]
Kaidah sosial sangatlah penting kedudukannya bagi
kehidupan manusia dalam kelompok, karena dengan adanya kaidah sosial, hubungan
antar manusia dalam masyarakat menjadi teratur. Kaidah sosial sangat dibutuhkan
guna mengatur suatu tindakan yang sesuai dan disepakati bersama, dan dapat
dengan mudah menentukan manakah perilaku yang salah atau tak semestinya
dilakukan.
Manusia melakukan hubungan dalam kelompok karena
memiliki berbagai kepentingan masing-masing, sehingga karena setiap manusia
dalam masyarakat memiliki tujuan haruslah ada kaidah yang mengatur dan member
perlindungan atas hak dan kepentingan para anggota masyarakat.
Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota
masyarakat dengan aman tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia
parlu adanya suatu tata (orde=ordnung) atau kaidah. Kaidah itu berwujud
aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat dipelihara dan
terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.
Berdasarkan isi wujudnya ada dua macam kaidah,
yaitu:
Ø Perintah,
yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena
akibat-akibatnya dipandang baik.
Ø Larangan,
yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu yang oleh
karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Kaidah sosial barguna juga untuk memberi petunjuk
kepada manusia bagaimana seseoran harus bertindak dalam masyarakat serta
perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana
pula yang harus dihindari.
Kaidah-kaidah itu dapat dipertahankan dengan senksi-sanksi, yaitu ancaman hidup
terhadap siapa saja orang yeeng melanggarnya. Sanksi itu merupakan suatu
pengukuh terhadap berlakunya kaidah-kaidah tadi dan merupakan pula reaksi
terhadap perbuatan yang melanggar norma.
3.
Jenis-jenis
kaidah sosial
Kaidah sosisal pada hakikatnya merupakan perumusan
suatu pandangan mengenai prilaku atau sifat yang sebaiknya dilakukan. Hal ini
telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto bahwa kaidah
adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berprilaku atau sikap tindak
dalam hidup.[8]
Dalam kehidupan sosial terdapat empat macam kaidah
yang harus ditaati yaitu:
a. Kaidah
Agama
Kaidah agama adalah peraturan hidup yang
dilaksanakan berupa perintah perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran
yang berasal dari tuhan. Perintah-perintah, dan larangan-larangan dalam agama
diyakini dan diakui berasal dari Tuhan oleh para pemeluk agama tersebut dan
merupakan tuntutan hidup yang wajib dilakukan atau ditinggalkan untuk menuju ke
jalan yang benar.
Dalam abad pertengahan orang berpendapat, bahwa
kaidah agama adalah satu-satunya kaidah yang mengatur peribadatan yaitu
kehidupan keagamaan dalam arti sesungguhnya dan mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan, tetapi juga memuat peraturan-peraturan idup yang bersifat
kemasyarakatan dan disebut “muamalat”’ yaitu peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antar manusia dan memberi perlindungan terhadap diri dan harta
bendanya.[9]
Kaidah agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan
yang beriman. Kaidah ini sumbernya berasal dari perintah ALLAH SWT melalui Nabi
atau Rosul-NYA. Kaidah ini juga tidak hanya mengatur hubungan antar manusia.
Akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Pelanggaran
terhadap kaidah agama ini akan mendapatkan sangsi dari Tuhan yang Maha Esa yang
berupa siksaan di neraka.
Kaidah agama ini bertujuan penyempurnaan manusia,
karena kaidah ini ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia berbuat
jahat. Kaidah ini juga hanya ditujukan kepada sikap batin manusia yang sesuai
dengan isi kaidah tersebut. Apabila boleh ditentukan adanya suatu pandangan
pokok melalui prikelakuan atau sikap tindak, nilai fundamental atau grundnorm
kehidupan beriman, dapatlah kaidah tersebut dirumuskan misalnya manusia harus
yakin dan mengapdi kepada kekuasaan tuhan yang Maha Esa. Adapun nilai aktual
kaidah ini bagi agama islam adalah arkanul iman dan arkanul islam.
Beberapa contoh kaidah agama:
Ø “Hormatilah
orang tuamu, agar supaya engkau selamat” (Kitab Injil perjanjian lama: hukum
ke-V).
Ø “jangan
berbuat riba: barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke dalam neraka
selama-lamanya” (Al-Quran: surat Al baqoroh, ayat 275).
Ø “Dan
janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya ALLAH adalah Maha penyayang
kepadamu (29). Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, maka Kami kelak akan memasukkan ke dalam neraka….(30) (Al-Quran: surat
an-nisa ayat, 29-30)
Ø “Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk(32). Dan janganlah kamu membunuh jiwa
yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar….(33) (Al-Quran surat Al-israa’ ayat 32-33)
b. Kaidah
Kesusilaan
Kaidah kesusilaan ialah peraturan hidup yang dianggap
sebagai suara hati sanubari manusia(insan-kamil)
Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu
atau suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman
dalam sikap dan perbuatannya.
Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada
manusia agar supaya dia menjadi manusia yang sempurna. Hasil daripada perintah
dan larangan yang timbul dari kaidah kesusilaan itu pada manusia tergantung
pada pribadi orang-orang. Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang
jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan suatu perbuatan.[10]
Kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup
berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Kaidah ini dapat melenyapkan
ketidakseimbangan hidup pribadi, mencegah kegelisahan diri sendiri.[11]
Sumber kaidah kesusilaan dalah dari manusia sendiri, oleh karena itu bersifat
otonom dan tidak ditujukan kepada sikap batin manusia tersebit. Batinnya
sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaidah kesusilaan dengan
sangsi, misalnya penyelesaian, siksaan batin, dan lain-lain.
Contoh kaidah kesusilaan antara lain, yaitu:
a. Berbuatlah
jujur
b. Hormatilah
sesamamu
c. Jangan
berzina
d. Jangan
mencuri
e. Jangan
iri hati[12]
c. Kaidah
Kesopanan
Kaidah kesopanan ialah kaidah hidup yang timbul dari
pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan dasarnya adalah
kepantasan, kebiasaan ataupun kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh
karena itu kaidah kesopanan itu dinamakan kaidah tata krama atau adat. Oleh
karena itu, kaidah kesopanan adalah kesedapan hidup bersama, atau supaya
pergaulan hidup berlangsung secara menyenangkan.[13]
Kaidah kesopanan sering tidak mengikat karena kaidah kesopanan itu tidak hanya
berbeda dari lingkungan masyarakat ke masyarakat lain, namun ukuran kesopanan
itu sering juga berlain-lainan dalam suatu lingkungan masyarakat yang sama
namun berbeda menurut generasi.[14]
Norma kesopanan tidak memiliki lingkungan engaruh
yang luas, jika dibandingkan dengan lingkungan kaidah agama dan kesusilaan.
Kaidah kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan
bersifat khusus dam setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan
masyarakat tertentu saja.[15]
Suatu golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan
peraturan-peraturan tertentu mengenai kesopanan, yaitu apa yang boleh dan apa
yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat itu.
Misalnya:
Ø Orang
muda harus menghormati orang yang lebih tua.
Ø Janganlah meludah di lantai atau di sembarang
tempat.
Ø Jangan
berdesak-desakkan memasuki ruangan.
Ø Berilah
tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bis, dan lain-lain
(terutama wanita tua, hamil atau membawa bayi)[16].
d. Kaidah
Hukum
Kaidah Hukum ialah peraturan-peraturan yang di buat
oleh penguasa Negara, yang isinya mengikat semua orang dan berlakunya biasa
dipaksakan oleh aparat Negara dan pelaksanaanya dapat dipertahankan.[17]
Kaidah Hukum bertujuan hubungan antara manusia dalam
sebuah masyarakat dapat berjalan dengan baik untuk melindungi kepentian dan hak
setiap anggota masyarakat.
Contoh kaidah hokum, sebagai berikut:
Ø Barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan hukuman
penjara selama-lamanya 12 tahun (Pasal 285 KUHP).[18]
Ø Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila
siberutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam
kewajiban memberikan penggatian biaya, rugi, dan buna (Pasal 1293 KUHP
Perdata).[19]
Ø Perkawinan
dalah sah, apabila dilakukan hokum masing-hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya (Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974).[20]
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dipahami
bahwa kaidah hokum memilki sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh aparat
Negara, sehingga kaidah ini diharapkan dapat menjamin terciptanya keadaan yang
aman, tertib, dan adil.
4.
Perbedaan
Antara Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Yang Lain
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial
lainnya yang sangat kentara adalah tidak adanya sanksi yang dijatuhkan kepada
pelanggar kaidah sosial selain kaidah hukum. Sedangkan dalam kaidah hukum suatu
pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang tegas dari pihak yang berwenang.
Berbeda dengan kaidah sosial peraturannya tidak mengikat dan tidak ada sanksi
yang tegas.
Jika hal-hal yang terdapat dalam kaidah sosial
selain kaidah hukum hanya mengatur pergaulan manusia di dalam suatu kelompok,
akan tetapi tidak mengikat atupun terdapat sanksi bagi anggota masyarakat yang
melanggarnya. Berbeda dengan hal-hal yang terdapat dalam kaidah hukum, karena
dalam kaidah hukum haruslah ditaati dan pelaksanaannya dapat dipaksakan, dan
bagi anggota masyarakat yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai pelanggaran
yang dilanggar.
Perbedaan lainnya adalah kaidah hukum bersifat
universal atau menyeluruh bagi semua masyarakat di manapun atau dari generasi
kapanpun. Kaidah hukumpun peraturannya diadakan oleh aparat Negara.
Pelanggaran norma agama diancam dengan hukuman dari
Tuhan; dan hukuman itu berlaku kelak di akhirat. Pelanggaran terhadap norma
kesusilaan mengakibatkan perasaan cemas dan kesal hati terhadap si pelanggar
yang insyaf. Pelanggar norma kesopanan mengakibatkan celaan atau pengasingan
dari lingkungan masyarakat.
Hukuman-hukuman semacam ini tidak mendapat perhatian
dari orang-orang yang tak mengenal atau tak mempedulikan agama, kesusilaan dan
kesopanan. Orang-orang yang tidak beragama tentulah tidak takut akan hukuman
dari Tuhan; orang yang tidak berkesusilaan tidak akan merasa cemas atau kesal hati
atas perbuatannya yang salah dan orang yang tidak berkesopanantidak pula
mempedulikan celaan atau pengasingan dari lingkungan masyarakat.
Dengan demikian orang-orang itu juga tidak terikat
kapada jenis peraturan hidup itu, sehingga
mereka bebas untuk berbuat sesuka hatinya. Sikap yang demikian tentulah
membahayakan masyarakat. Oleh karena itu disamping tiga kaidah hidup tadi perlu
juga adanya suatu kaidah hidup yang bersifat memaksa dan mempunyai
sanksi-sanksi yang tegas. Jenis kaidah yang dimaksud adalah Kaidah Hukum.
5.
Hubungan
Antara Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Yang Lain
Dari uaraian diatas sudah jelas adanya hubungan
anatara kaidah hukum dengan kaidah-kaidah lainnya, yaitu bahwa kaidah-kaidah
sosial selain kaidah hukum juga ikut mengatur ketertiban masyarakat sehingga
dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia didalam masyarakat tidak hanya di atur
oleh hukum, melainkan juga diatur oleh kaidah-kaidah lainnya. Hubungan antara
kaidah hukum dengan kaidah lainnya itu saling mengisi atu sama yang lain.
Artinya kaidah sosial selain kaidah hukum mengatur kaidah manusia dalam
masyarakat yang tidak diatur oleh hukum. Selain saling mengisi kaidah hukum dan
kaidah sosial lainnya juga saling memperkuat, artinya suatu kaidah hukum
semisal “kamu tidak bleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya
misalnya kaidah agama dan kaidah kesusilaan yang juga mempunyai atau mengandung
suruhan yang sama sehingga tanpa kaidah hukum pun orang dalam masyarakat sudah
ada larangan untuk membunuh sesamanya.
Mungkin diantara kaidah sosial selain kaidah hukum,
terdapat kaidah yang memiliki sedikit sekali relefansidengan kaidah hukum,
semisal kaidah kesopanan. Karena kaidah kesopanan itu kaidah sosial yang paling
tidak mengikat atau lemah. Artinya orang yang melanggar kaidah kesopanan sering
tidak dihukum karena pelanggaran itu, walaupun tindakan ataupun perbuatannya
sangat menyebalkan . kesemuanya ini tergantung kepada anggapan masyarakat
tentang kesopanan itu sendiri yang selain berlainan dari masyarakat
kemasyarakan yang lain, juga sering sangat cepat berubah dari satu tempat ke tempat
yang lain, bahkan dari satu generasi kegenerasi yang berikutnya.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa adanya
hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam
masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam
masyarakat selain dipedomani oleh moral manusia itu sendiri yang otonom, diatur
pula oleh agama, kaidah-kaidah moral positif, kebiasaan, adat kebiasaan, dan
kaidah-kaidah sosial lainnya. Antara hukum, moral serta agama dan kaidah-kaidah
sosial lainnya ini, terdapat hubungan jalin-menjalin yang erat, yang satu
memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum atau undang-undang tidak sesuai atau
serasi dengan kaidah-kaidah sosial lainnya itu. Dalam hal kauidah-kaidah sosial
lainnya itu yang lebih dipatuhi, maka undang-undang yang bersangkutan dikatakan
merupakan “huruf-huruf mati”.[21]
Tetapi dalam satu hal hukum berbeda dari
kaidah-kaidah sosial lainnya, yakni bahwa ketaatan pada ketentuan-ketentuannya
dapat dipaksakan oleh Negara oleh suatu cara yang diatur dengan undang-undang.
Artinya pemakaksaan guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan hukum atau
sanksi itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk,
cara maupun alat pelaksanaannya.
Soal pemaksaan ketaataan akan hukum ini membawa kita
kesuatu masalah yang pokok bagi pemahaman yang mendalam tentang hakikat hukum,
yakni masalah hukum dan kekuasaan.
BAB
III
1.
Kesimpulan
Manusia
adalah makhluk yang sejak lahir sudah memiliki hasrat untuk bergaul satu sama
lain. Manusia tak akan dapat bertahan hidup sendiri tanpa orang lain di
sekitarnya, karrena memang sejak lahir manusia sudah beraada di sekitar manusia
lainnya. Tidak mungkin bagi manusia untuk hidup seorang diri kecuali dalam
keadaan terpaksa, itupun tidak untuk selamanya. Dari penciptaan Nabi Adam pun
sudah menjadi bukti bahwa manusia tidak dapat bertahan lama seorang diri oleh
karenanya Allah menciptakan pendamping bagi Nabi Adam yang tidak lain adalah
Hawa.
Selanjutnya,
dari adanya hasrat bergaul itulah maka timbul hubungan atu interaksi antar
manusia karena berbagai tujuan dan kebutuhan, yang kemudian hubungan tersebut
menjadikan manusia membentuk suatu kelompok yang bertujuan untuk saling mengisi
kebutuhan masing-masing.
Karena
dalam kehidupan bermasyarakat setiap individu memiliki tujuan dan kebutuhan
masing-masing, maka untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok
tersebut diadakanlah sebuah norma-norma atau kaidah-kaidah untuk melindungi hak
dan kepentingan masing-masing individu. Kaidah-kaidah sosial yang berguna untuk
mengatur hak dan masing-masing individu tersebut ada empat, yaitu:
Ø Kaidah
Agama
Kaidah agama adalah peraturan hidup
yang dilaksanakan berupa perintah perintah, larangan-larangan, dan
anjuran-anjuran yang berasal dari tuhan. Perintah-perintah, dan
larangan-larangan dalam agama diyakini dan diakui berasal dari Tuhan oleh para
pemeluk agama tersebut dan merupakan tuntutan hidup yang wajib dilakukan atau
ditinggalkan untuk menuju ke jalan yang benar.
Ø Kaidah
Kesusilaan
Kaidah
kesusilaan ialah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari
manusia(insan-kamil).Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau
suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman dalam
sikap dan perbuatannya.
Ø Kaidah
Kesopanan
Kaidah kesopanan ialah kaidah hidup
yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan dasarnya
adalah kepantasan, kebiasaan ataupun kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
Oleh karena itu kaidah kesopanan itu dinamakan kaidah tata krama atau adat.
Oleh karena itu, kaidah kesopanan adalah kesedapan hidup bersama, atau supaya
pergaulan hidup berlangsung secara menyenangkan.
Ø Kaidah
Hukum
Kaidah Hukum ialah
peraturan-peraturan yang di buat oleh penguasa Negara, yang isinya mengikat
semua orang dan berlakunya biasa dipaksakan oleh aparat Negara dan
pelaksanaanya dapat dipertahankan.
Kaidah sosial sangatlah penting kedudukannya bagi
kehidupan manusia dalam kelompok, karena dengan adanya kaidah sosial, hubungan
antar manusia dalam masyarakat menjadi teratur. Kaidah sosial sangat dibutuhkan
guna mengatur suatu tindakan yang sesuai dan disepakati bersama, dan dapat
dengan mudah menentukan manakah perilaku yang salah atau tak semestinya
dilakukan.
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial
lainnya yang sangat kentara adalah tidak adanya sanksi yang dijatuhkan kepada
pelanggar kaidah sosial selain kaidah hukum. Sedangkan dalam kaidah hukum suatu
pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang tegas dari pihak yang berwenang.
Berbeda dengan kaidah sosial peraturannya tidak mengikat dan tidak ada sanksi
yang tegas.
Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya
itu saling mengisi atu sama yang lain. Artinya kaidah sosial selain kaidah
hukum mengatur kaidah manusia dalam masyarakat yang tidak diatur oleh hukum.
Selain saling mengisi kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya juga saling
memperkuat, artinya suatu kaidah hukum semisal “kamu tidak bleh membunuh”
diperkuat oleh kaidah sosial lainnya misalnya kaidah agama dan kaidah
kesusilaan yang juga mempunyai atau mengandung suruhan yang sama sehingga tanpa
kaidah hukum pun orang dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh
sesamanya.
Disusun oleh: Achmad Asshidiq dan Khoirul Ibad
Disusun oleh: Achmad Asshidiq dan Khoirul Ibad
Daftar
Pustaka
Departemen
Kehakiman, Beberapa Hal Yang Perlu
Diketahui Tentang Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Direktorat Jendral
Hukum Dan Perundang-undangan Direktorat Penyuluhan Hukum, 1986/1987
Fuady,
Munir, Dr., S.H., M.H.,LL.M., Teori-Teori
Dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: KENCANA, 2013)
Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, jakarta: Sinar
Grafika 2008
Kansil, C.S,T., Drs., S.H.
Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka 1980
___________________. Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum, jakarta:
Sinar Grafika, 1992, cet. Ke-5
Kusumaatmaja,
Mochtar, Prof., Dr., S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, Bandung: P.T.
Alumni, 1999, Buku 1
Soekanto, Soerjono dan
Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, Bandung: Alumni, 1982
Soekamto, Soerjono, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung:
Alumni, 1983
Subekti, R. dan R.
Tjirto Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Jakarta: Pradya Paramita,
1995
Sumaatmaja, Nursid, DR. Pengantar Studi Sosial, Bandung: Penerbit Alumni 1986
Susilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Demi
Pasal, Bogor: Politeia
[1]
Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka 1980) hal.27
[2]
DR. Nursid Sumaatmaja, Pengantar Studi
Sosial (Bandung: Penerbit Alumni 1986) hal.21
[3]
DR. Nursid Sumaatmaja, Pengantar Studi
Sosial, hal.11
[4]
Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Hal.28
[5]
Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, hal.28
[6]
Dr. Munir Fuady, S.H., M.H.,LL.M., Teori-Teori
Dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: KENCANA, 2013), hal.28
[7]
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Latihan Ujian
Pengantar Ilmu Hukum, (jakarta: Sinar Grafika, 1992), cet. Ke-5. hal
[8]
Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung:
Alumni, 1982), Hal. 14
[9]
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.84
[10]
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Latihan Ujian
Pengantar Ilmu Hukum, hal.06
[11]Soerjono
Soekamto, Pengantar Sejarah Hukum,
(Bandung: Alumni, 1983), hal.24
[12]
Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (jakarta: Sinar Grafika 2008),
hal.31
[13] Ishaq,
S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, hal.31
[14]
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, (Bandung: P.T.
Alumni, 1999), Buku 1, Hal.24
[15]
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.85
[16]
Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu
Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.85
[17]
Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu
Hukum, hal.32
[18]
R. Susilo, Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Demi Pasal, (Bogor:
Politeia) hal.210.
[19]
R. Subekti, R. Tjirto Sudibio, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradya Paramita, 1995), hal.324
[20]
Departemen Kehakiman, Beberapa Hal Yang
Perlu Diketahui Tentang Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Direktorat Jendral
Hukum Dan Perundang-undangan Direktorat Penyuluhan Hukum, 1986/1987), hal.18
[21]
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, (Bandung: P.T.
Alumni, 1999), Buku 1, Hal.31-32
No comments:
Post a Comment