Tuesday, 23 September 2014

Masyarakat Sebagai Makhluk Sosial dan Kaidah" Sosial



BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Kita sebagai makhluk yang bermasyarakat, dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat terlepas dari kehidupan sosial. Baik secara luas, maupun secara terbatas, kita harus selalu berhubungan dengan orang lain di sekitar kita. Sudah menjadi kodrat alam, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain, sebaliknya mereka selalu hidup bersama. Sekurang-kurangnya kehidupan bersama itu terdiri dari dua orang.
Dalam ajarannya, seorang ahli fikir yunani kuno Aristoteles menyatakan bahwa manusia itu ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia sebagai mankhluk hidup pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifat manusia yang suka bergaul itu maka manusia disebut dengan makhluk sosial.[1]
Selanjutnya, manusia sebagai makhluk sosial, juga memiliki sikap, kemauan, emosi, dan  potensi-potensi kejiwaan lainnya, yang dapat berkembang dalam kehidupan bermasyarakat. Gejala dan kemampuan psiko-sosial yang dimiliki manusialah yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.[2]
2.      Rumusan Masalah
1.      Manusia dan Masyarakat.
2.      Kaidah sosial sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia.
3.      Jenis-jenis kaidah sosial.
4.      Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.
5.      Hubunga antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Manusia dan Masyarakat
Sejak dilahirkan, manusia sudah berada di antara manusia lain yang melahirkannya dan mengurusnya hingga dia mampu berdiri sendiri sebagai manusia dewasa. Perkembangan individu menjadi jiwa yang mandiri tidak hanya didukung dan dihambat dirinya sendiri, melainkan didukung dan dihambat oleh lingkungan dan kelompok di sekitarnya. Perkembangan individu juga dipengaruhi oleh kesempurnaan fisik yang juga mempengaruhi daya pikir, reaksi emosional, kemauan, kecerdasan, dan ketajaman ingatannya. Faktor biotik inilah yang membedakan antara suatu individu dengan individu lainnya. Oleh karenanya tidak ada manusia yang sama sifat dan kepribadiannya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, keluarga merupakan kelompok utama yang berpengaruh langsung dalam membentuk kepribadian dasar seorang individu (primary group). Kelompok lain yang juga berpengaruh langsung terhadap kepribadian seorang individu adalah teman sepermainan dan para tetangga. Selain kelompok yang secara langsung mempengaruhi kepribadian seorang individu, ada juga kelompok yang secara tidak langsung mempengaruhi kepribadian seorang individu (secondary group) yaitu perkumpulan, perhimpunan, tempat kerja, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, kelompok manusia yang dimaksud adalah manusia yang menunjukkan hubungan antara satu sama lainnya. Dengan demikian, dalam kelompok ini terdapat suatu setruktur tertentu yang menunjukan adanya hubungan antar individu satu sama lain yang membentuk suatu kelompok. Setruktur yang dimaksudkan adalah susunan intern yang memungkinkan kontinuitas (kelanjutan hubungan tanpa batas) atau kesinambungan hidup dan pelaksanaan fungsi, yang menjadikan individu-individu di dalamnya merasa terikat dengan norma dan nila-nilai yang harus ditaati bersama. Jadi suatu kelompok, tidak hanya diwujudkan oleh berkumpulnya manusia yang lebih dari satu orang, melainkan terwujud pula oleh adanya hubungan, struktur, dan pranata-pranata yang mengikatnya.
Manusia juga berpengaruh terhadap perkembangan kelompok, baik yang menyangkut kualitas, maupun yang menyangkut kuantitasnya. Perkembangan sosial, ekonomi, maupun budaya merupakan ungkapan pengaruh individu yang mendukung kelompok tersebut. Akan menjadi seperti apa suatu kelompok bergantung pada ativitas dan kreativitas individu-individu pendukungnya. Bahkan bagi individu-individu yang memiliki kepribadian yang tinggi, dapat mempengaruhi kelompok sedemikian rupa, sehingga dapat menjadi pedoman dan teladan bagi anggota-anggota kelompok lainnya[3]. Dengan demikian, maka antara individu dan kelompok terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Terjadi interelasi dan interaksi yang fungsional. Di satu pihak individu dapat dikatakan dibentuk menjadi pribadi oleh kelompok. Di lain pihak individu juga mempengaruhi kehidupan dan perkembangan kelompok. Dalam kehidupan bermasyarakat, hal ini semua harus menjadi kesadaran dan penghayatan kita bersama.
Beberapa ahli berpendapat perihal definisi masyarakat atau kelompok, diantaranya:
Ø  Menurut Selo Soemarjan, masyarakat adalah orang yang hidup bersama, yang menimbulkan suatu kebudayaan.
Ø  Menurut CST. Kansil, SH, masyarakat adalah persatuan manusia yang timbul dari kodrat yang sama. Jadi masyrakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih, hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup timbul berbagai hubungan yang mengakibatkan seseorang dengan orang lainnya salin kenal mengenal dan pengaruh mempengaruhi.[4]
Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi pembawaan manusia, merupakan keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Hidup bersama sebagai perhubungan berbeda-beda tingkatnya, semisal: hubungan antara suami dengan istri dalam rumah tangga, keluarga, suku bangsa, dan lainnya. Kehidupan bersama tersebut dapat berbentuk desa, kota, daerah, negara, dan perserikatan bangsa-bangsa.[5]
            Selanjutnya, dalam masyarakat pun terdapat golongan-golongan, yang timbul karena berbagai macam alas an, diantaranta:
Ø  Merasa tertarik pada orang tertentu;
Ø  Merasa memiliki kesukaan yang sama dengan orang lain;
Ø  Merasa memerlukan bantuan orang lain;
Ø  Mempunyai hubungan daerah dengan orang lain;
Ø  Mempunyai hubungan kerja dengan orang lain;
Golongan-golongan dalam masyarakat ini memiliki sifat yang berbeda-beda, yang bergantung pada dasar dan tujuan individu-individu bergambung dalam kelompok tersebut. Pada umumnya ada tiga macam golongan yang besar, yaitu:
Ø  Golongan yeng berdasarkan hubungan kekeluargaan: perkumpulan keluarga;
Ø  Golongan yang berdasarkan hubungan pekerjaan atau kepentingan: perkumpulan koperasi, mahasiswa, dan lain-lain;
Ø  Golongan yang berdasarkan hubungan tujuan atau pandangan hidup atau ideologi: partai polotik, perkumpulan keagamaan.
Dalam suatu golongan seringakali tumbuh semangat yang khusus, yang berbeda dengan semangat golongan lain. Semangat golongan dapat membahayakan, jika golongan tersebut merasa lebih penting, lebih tinggi, lebih berkuasa dari golongan lain. Oleh karena itu untuk persatuan bangsa harus selalu diutamakan pembinaan semangat persatuan yang ditujukan kepada kepentingan bersama. Inilah yang menjadi tugas dan kewajiban tiap pemimpin golongan dalam masyarakat.
Interaksi antar anggota dalam masyarakat pun bertolak dari prinsip saling bertukar antar-sesamanya yang dalam hal ini dimulai dari “memberi” sesuatu kepada orang lain, dan “menerima kembali” sesuatu dari orang lain dalam komosisi yang seimbang, sehingga tingkah polah anggota masyarakat selalu dilakukan dengan pertimbangan “untung rugi”.[6]
2.      Kaidah sosial sebagai Perlindungan Kepentingan Manusia
Kahidupan manusia dalam pergaulan masyarakat dilipute oleh kaidah-kaidah atau norma-norma, yaitu peraturan-peraturan hidup yang mempengaruhi tingkah laku manusia dalam masyarakat. Sejak masa kecilnya merasakan adanya peraturan-peraturan hidup yang berlaku dalam lingkungan keluarga yang dikenalnya, kemudian juga yang berlaku di luarnya, dalam masyarakat. Yang dirasakan paling nyata ialah peraaturan-peraturan hidup yang berlaku dalam suatu Negara.[7]
Kaidah sosial sangatlah penting kedudukannya bagi kehidupan manusia dalam kelompok, karena dengan adanya kaidah sosial, hubungan antar manusia dalam masyarakat menjadi teratur. Kaidah sosial sangat dibutuhkan guna mengatur suatu tindakan yang sesuai dan disepakati bersama, dan dapat dengan mudah menentukan manakah perilaku yang salah atau tak semestinya dilakukan.
Manusia melakukan hubungan dalam kelompok karena memiliki berbagai kepentingan masing-masing, sehingga karena setiap manusia dalam masyarakat memiliki tujuan haruslah ada kaidah yang mengatur dan member perlindungan atas hak dan kepentingan para anggota masyarakat.
Agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggota masyarakat dengan aman tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia parlu adanya suatu tata (orde=ordnung) atau kaidah. Kaidah itu berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat dipelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban masing-masing.
Berdasarkan isi wujudnya ada dua macam kaidah, yaitu:
Ø  Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu oleh karena akibat-akibatnya dipandang baik.
Ø  Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu yang oleh karena akibat-akibatnya dipandang tidak baik.
Kaidah sosial barguna juga untuk memberi petunjuk kepada manusia bagaimana seseoran harus bertindak dalam masyarakat serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankan dan perbuatan-perbuatan mana pula yang harus dihindari.
Kaidah-kaidah itu dapat dipertahankan  dengan senksi-sanksi, yaitu ancaman hidup terhadap siapa saja orang yeeng melanggarnya. Sanksi itu merupakan suatu pengukuh terhadap berlakunya kaidah-kaidah tadi dan merupakan pula reaksi terhadap perbuatan yang melanggar norma.
3.      Jenis-jenis kaidah sosial
Kaidah sosisal pada hakikatnya merupakan perumusan suatu pandangan mengenai prilaku atau sifat yang sebaiknya dilakukan. Hal ini telah dijelaskan oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto bahwa kaidah adalah patokan atau ukuran ataupun pedoman untuk berprilaku atau sikap tindak dalam hidup.[8]
Dalam kehidupan sosial terdapat empat macam kaidah yang harus ditaati yaitu:
a.       Kaidah Agama
Kaidah agama adalah peraturan hidup yang dilaksanakan berupa perintah perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang berasal dari tuhan. Perintah-perintah, dan larangan-larangan dalam agama diyakini dan diakui berasal dari Tuhan oleh para pemeluk agama tersebut dan merupakan tuntutan hidup yang wajib dilakukan atau ditinggalkan untuk menuju ke jalan yang benar.
Dalam abad pertengahan orang berpendapat, bahwa kaidah agama adalah satu-satunya kaidah yang mengatur peribadatan yaitu kehidupan keagamaan dalam arti sesungguhnya dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga memuat peraturan-peraturan idup yang bersifat kemasyarakatan dan disebut “muamalat”’ yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dan memberi perlindungan terhadap diri dan harta bendanya.[9]
Kaidah agama bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan yang beriman. Kaidah ini sumbernya berasal dari perintah ALLAH SWT melalui Nabi atau Rosul-NYA. Kaidah ini juga tidak hanya mengatur hubungan antar manusia. Akan tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Pelanggaran terhadap kaidah agama ini akan mendapatkan sangsi dari Tuhan yang Maha Esa yang berupa siksaan di neraka.
Kaidah agama ini bertujuan penyempurnaan manusia, karena kaidah ini ditujukan kepada umat manusia dan melarang manusia berbuat jahat. Kaidah ini juga hanya ditujukan kepada sikap batin manusia yang sesuai dengan isi kaidah tersebut. Apabila boleh ditentukan adanya suatu pandangan pokok melalui prikelakuan atau sikap tindak, nilai fundamental atau grundnorm kehidupan beriman, dapatlah kaidah tersebut dirumuskan misalnya manusia harus yakin dan mengapdi kepada kekuasaan tuhan yang Maha Esa. Adapun nilai aktual kaidah ini bagi agama islam adalah arkanul iman dan arkanul islam.
Beberapa contoh kaidah agama:
Ø  “Hormatilah orang tuamu, agar supaya engkau selamat” (Kitab Injil perjanjian lama: hukum ke-V).
Ø  “jangan berbuat riba: barang siapa berbuat riba akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya” (Al-Quran: surat Al baqoroh, ayat 275).
Ø  “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya ALLAH adalah Maha penyayang kepadamu (29). Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkan ke dalam neraka….(30) (Al-Quran: surat an-nisa ayat, 29-30)
Ø  “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk(32). Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar….(33) (Al-Quran surat Al-israa’ ayat 32-33)
b.      Kaidah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan ialah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia(insan-kamil)
Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Kesusilaan memberikan peraturan-peraturan kepada manusia agar supaya dia menjadi manusia yang sempurna. Hasil daripada perintah dan larangan yang timbul dari kaidah kesusilaan itu pada manusia tergantung pada pribadi orang-orang. Isi hatinya akan mengatakan perbuatan mana yang jahat. Hati nuraninya akan menentukan apakah ia akan melakukan suatu perbuatan.[10]
Kaidah kesusilaan bertujuan agar manusia hidup berakhlak atau mempunyai hati nurani bersih. Kaidah ini dapat melenyapkan ketidakseimbangan hidup pribadi, mencegah kegelisahan diri sendiri.[11] Sumber kaidah kesusilaan dalah dari manusia sendiri, oleh karena itu bersifat otonom dan tidak ditujukan kepada sikap batin manusia tersebit. Batinnya sendirilah yang mengancam perbuatan yang melanggar kaidah kesusilaan dengan sangsi, misalnya penyelesaian, siksaan batin, dan lain-lain.
Contoh kaidah kesusilaan antara lain, yaitu:
a.       Berbuatlah jujur
b.      Hormatilah sesamamu
c.       Jangan berzina
d.      Jangan mencuri
e.       Jangan iri hati[12]
c.       Kaidah Kesopanan
Kaidah kesopanan ialah kaidah hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan ataupun kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan itu dinamakan kaidah tata krama atau adat. Oleh karena itu, kaidah kesopanan adalah kesedapan hidup bersama, atau supaya pergaulan hidup berlangsung secara menyenangkan.[13] Kaidah kesopanan sering tidak mengikat karena kaidah kesopanan itu tidak hanya berbeda dari lingkungan masyarakat ke masyarakat lain, namun ukuran kesopanan itu sering juga berlain-lainan dalam suatu lingkungan masyarakat yang sama namun berbeda menurut generasi.[14]
Norma kesopanan tidak memiliki lingkungan engaruh yang luas, jika dibandingkan dengan lingkungan kaidah agama dan kesusilaan. Kaidah kesopanan tidak berlaku bagi seluruh masyarakat dunia, melainkan bersifat khusus dam setempat (regional) dan hanya berlaku bagi segolongan masyarakat tertentu saja.[15]
Suatu golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan-peraturan tertentu mengenai kesopanan, yaitu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat itu.
            Misalnya:
Ø  Orang muda harus menghormati orang yang lebih tua.
Ø   Janganlah meludah di lantai atau di sembarang tempat.
Ø  Jangan berdesak-desakkan memasuki ruangan.
Ø  Berilah tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam kereta api, bis, dan lain-lain (terutama wanita tua, hamil atau membawa bayi)[16].
d.      Kaidah Hukum
Kaidah Hukum ialah peraturan-peraturan yang di buat oleh penguasa Negara, yang isinya mengikat semua orang dan berlakunya biasa dipaksakan oleh aparat Negara dan pelaksanaanya dapat dipertahankan.[17]
Kaidah Hukum bertujuan hubungan antara manusia dalam sebuah masyarakat dapat berjalan dengan baik untuk melindungi kepentian dan hak setiap anggota masyarakat.
Contoh kaidah hokum, sebagai berikut:
Ø  Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun (Pasal 285 KUHP).[18]
Ø  Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila siberutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggatian biaya, rugi, dan buna (Pasal 1293 KUHP Perdata).[19]
Ø  Perkawinan dalah sah, apabila dilakukan hokum masing-hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya (Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974).[20]
Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dipahami bahwa kaidah hokum memilki sanksi yang tegas dan dapat dipaksakan oleh aparat Negara, sehingga kaidah ini diharapkan dapat menjamin terciptanya keadaan yang aman, tertib, dan adil.
4.      Perbedaan Antara Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Yang Lain
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya yang sangat kentara adalah tidak adanya sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggar kaidah sosial selain kaidah hukum. Sedangkan dalam kaidah hukum suatu pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang tegas dari pihak yang berwenang. Berbeda dengan kaidah sosial peraturannya tidak mengikat dan tidak ada sanksi yang tegas.
Jika hal-hal yang terdapat dalam kaidah sosial selain kaidah hukum hanya mengatur pergaulan manusia di dalam suatu kelompok, akan tetapi tidak mengikat atupun terdapat sanksi bagi anggota masyarakat yang melanggarnya. Berbeda dengan hal-hal yang terdapat dalam kaidah hukum, karena dalam kaidah hukum haruslah ditaati dan pelaksanaannya dapat dipaksakan, dan bagi anggota masyarakat yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai pelanggaran yang dilanggar.
Perbedaan lainnya adalah kaidah hukum bersifat universal atau menyeluruh bagi semua masyarakat di manapun atau dari generasi kapanpun. Kaidah hukumpun peraturannya diadakan oleh aparat Negara.
Pelanggaran norma agama diancam dengan hukuman dari Tuhan; dan hukuman itu berlaku kelak di akhirat. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan mengakibatkan perasaan cemas dan kesal hati terhadap si pelanggar yang insyaf. Pelanggar norma kesopanan mengakibatkan celaan atau pengasingan dari lingkungan masyarakat.
Hukuman-hukuman semacam ini tidak mendapat perhatian dari orang-orang yang tak mengenal atau tak mempedulikan agama, kesusilaan dan kesopanan. Orang-orang yang tidak beragama tentulah tidak takut akan hukuman dari Tuhan; orang yang tidak berkesusilaan tidak akan merasa cemas atau kesal hati atas perbuatannya yang salah dan orang yang tidak berkesopanantidak pula mempedulikan celaan atau pengasingan dari lingkungan masyarakat.
Dengan demikian orang-orang itu juga tidak terikat kapada jenis peraturan hidup itu, sehingga  mereka bebas untuk berbuat sesuka hatinya. Sikap yang demikian tentulah membahayakan masyarakat. Oleh karena itu disamping tiga kaidah hidup tadi perlu juga adanya suatu kaidah hidup yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi yang tegas. Jenis kaidah yang dimaksud adalah Kaidah Hukum.


5.      Hubungan Antara Kaidah Hukum Dengan Kaidah Sosial Yang Lain
Dari uaraian diatas sudah jelas adanya hubungan anatara kaidah hukum dengan kaidah-kaidah lainnya, yaitu bahwa kaidah-kaidah sosial selain kaidah hukum juga ikut mengatur ketertiban masyarakat sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia didalam masyarakat tidak hanya di atur oleh hukum, melainkan juga diatur oleh kaidah-kaidah lainnya. Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya itu saling mengisi atu sama yang lain. Artinya kaidah sosial selain kaidah hukum mengatur kaidah manusia dalam masyarakat yang tidak diatur oleh hukum. Selain saling mengisi kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya juga saling memperkuat, artinya suatu kaidah hukum semisal “kamu tidak bleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya misalnya kaidah agama dan kaidah kesusilaan yang juga mempunyai atau mengandung suruhan yang sama sehingga tanpa kaidah hukum pun orang dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya.
Mungkin diantara kaidah sosial selain kaidah hukum, terdapat kaidah yang memiliki sedikit sekali relefansidengan kaidah hukum, semisal kaidah kesopanan. Karena kaidah kesopanan itu kaidah sosial yang paling tidak mengikat atau lemah. Artinya orang yang melanggar kaidah kesopanan sering tidak dihukum karena pelanggaran itu, walaupun tindakan ataupun perbuatannya sangat menyebalkan . kesemuanya ini tergantung kepada anggapan masyarakat tentang kesopanan itu sendiri yang selain berlainan dari masyarakat kemasyarakan yang lain, juga sering sangat cepat berubah dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan dari satu generasi kegenerasi yang berikutnya.
Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa adanya hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum. Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani oleh moral manusia itu sendiri yang otonom, diatur pula oleh agama, kaidah-kaidah moral positif, kebiasaan, adat kebiasaan, dan kaidah-kaidah sosial lainnya. Antara hukum, moral serta agama dan kaidah-kaidah sosial lainnya ini, terdapat hubungan jalin-menjalin yang erat, yang satu memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum atau undang-undang tidak sesuai atau serasi dengan kaidah-kaidah sosial lainnya itu. Dalam hal kauidah-kaidah sosial lainnya itu yang lebih dipatuhi, maka undang-undang yang bersangkutan dikatakan merupakan “huruf-huruf mati”.[21]
Tetapi dalam satu hal hukum berbeda dari kaidah-kaidah sosial lainnya, yakni bahwa ketaatan pada ketentuan-ketentuannya dapat dipaksakan oleh Negara oleh suatu cara yang diatur dengan undang-undang. Artinya pemakaksaan guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan hukum atau sanksi itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya.
Soal pemaksaan ketaataan akan hukum ini membawa kita kesuatu masalah yang pokok bagi pemahaman yang mendalam tentang hakikat hukum, yakni masalah hukum dan kekuasaan.

BAB III
1.      Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang sejak lahir sudah memiliki hasrat untuk bergaul satu sama lain. Manusia tak akan dapat bertahan hidup sendiri tanpa orang lain di sekitarnya, karrena memang sejak lahir manusia sudah beraada di sekitar manusia lainnya. Tidak mungkin bagi manusia untuk hidup seorang diri kecuali dalam keadaan terpaksa, itupun tidak untuk selamanya. Dari penciptaan Nabi Adam pun sudah menjadi bukti bahwa manusia tidak dapat bertahan lama seorang diri oleh karenanya Allah menciptakan pendamping bagi Nabi Adam yang tidak lain adalah Hawa.
Selanjutnya, dari adanya hasrat bergaul itulah maka timbul hubungan atu interaksi antar manusia karena berbagai tujuan dan kebutuhan, yang kemudian hubungan tersebut menjadikan manusia membentuk suatu kelompok yang bertujuan untuk saling mengisi kebutuhan masing-masing.
Karena dalam kehidupan bermasyarakat setiap individu memiliki tujuan dan kebutuhan masing-masing, maka untuk mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut diadakanlah sebuah norma-norma atau kaidah-kaidah untuk melindungi hak dan kepentingan masing-masing individu. Kaidah-kaidah sosial yang berguna untuk mengatur hak dan masing-masing individu tersebut ada empat, yaitu:
Ø  Kaidah Agama
Kaidah agama adalah peraturan hidup yang dilaksanakan berupa perintah perintah, larangan-larangan, dan anjuran-anjuran yang berasal dari tuhan. Perintah-perintah, dan larangan-larangan dalam agama diyakini dan diakui berasal dari Tuhan oleh para pemeluk agama tersebut dan merupakan tuntutan hidup yang wajib dilakukan atau ditinggalkan untuk menuju ke jalan yang benar.
Ø  Kaidah Kesusilaan
Kaidah kesusilaan ialah peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia(insan-kamil).Peraturan-peraturan hidup ini berupa bisikan kalbu atau suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh semua orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya.
Ø  Kaidah Kesopanan
Kaidah kesopanan ialah kaidah hidup yang timbul dari pergaulan dalam masyarakat tertentu. Kaidah kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kebiasaan ataupun kepatutan yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karena itu kaidah kesopanan itu dinamakan kaidah tata krama atau adat. Oleh karena itu, kaidah kesopanan adalah kesedapan hidup bersama, atau supaya pergaulan hidup berlangsung secara menyenangkan.
Ø  Kaidah Hukum
Kaidah Hukum ialah peraturan-peraturan yang di buat oleh penguasa Negara, yang isinya mengikat semua orang dan berlakunya biasa dipaksakan oleh aparat Negara dan pelaksanaanya dapat dipertahankan.
Kaidah sosial sangatlah penting kedudukannya bagi kehidupan manusia dalam kelompok, karena dengan adanya kaidah sosial, hubungan antar manusia dalam masyarakat menjadi teratur. Kaidah sosial sangat dibutuhkan guna mengatur suatu tindakan yang sesuai dan disepakati bersama, dan dapat dengan mudah menentukan manakah perilaku yang salah atau tak semestinya dilakukan.
Perbedaan antara kaidah hukum dengan kaidah sosial lainnya yang sangat kentara adalah tidak adanya sanksi yang dijatuhkan kepada pelanggar kaidah sosial selain kaidah hukum. Sedangkan dalam kaidah hukum suatu pelanggaran akan mendapatkan sanksi yang tegas dari pihak yang berwenang. Berbeda dengan kaidah sosial peraturannya tidak mengikat dan tidak ada sanksi yang tegas.
Hubungan antara kaidah hukum dengan kaidah lainnya itu saling mengisi atu sama yang lain. Artinya kaidah sosial selain kaidah hukum mengatur kaidah manusia dalam masyarakat yang tidak diatur oleh hukum. Selain saling mengisi kaidah hukum dan kaidah sosial lainnya juga saling memperkuat, artinya suatu kaidah hukum semisal “kamu tidak bleh membunuh” diperkuat oleh kaidah sosial lainnya misalnya kaidah agama dan kaidah kesusilaan yang juga mempunyai atau mengandung suruhan yang sama sehingga tanpa kaidah hukum pun orang dalam masyarakat sudah ada larangan untuk membunuh sesamanya.
Disusun oleh: Achmad Asshidiq dan  Khoirul Ibad
Daftar Pustaka
Departemen Kehakiman, Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Direktorat Jendral Hukum Dan Perundang-undangan Direktorat Penyuluhan Hukum, 1986/1987
Fuady, Munir, Dr., S.H., M.H.,LL.M., Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: KENCANA, 2013)
Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, jakarta: Sinar Grafika 2008
Kansil, C.S,T., Drs., S.H. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN Balai              Pustaka 1980
___________________. Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum, jakarta: Sinar Grafika, 1992, cet.     Ke-5
Kusumaatmaja, Mochtar, Prof., Dr., S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, Bandung: P.T. Alumni, 1999, Buku 1
Soekanto, Soerjono dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, Bandung: Alumni, 1982
Soekamto, Soerjono, Pengantar Sejarah Hukum, Bandung: Alumni, 1983
Subekti, R. dan R. Tjirto Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradya      Paramita, 1995
Sumaatmaja, Nursid, DR. Pengantar Studi Sosial, Bandung: Penerbit Alumni 1986
Susilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap      Demi Pasal, Bogor: Politeia



[1] Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia (Jakarta: PN Balai Pustaka 1980) hal.27
[2] DR. Nursid Sumaatmaja, Pengantar Studi Sosial (Bandung: Penerbit Alumni 1986) hal.21
[3] DR. Nursid Sumaatmaja, Pengantar Studi Sosial, hal.11
[4] Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia. Hal.28
[5] Drs. C.S.t. Kansil, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, hal.28
[6] Dr. Munir Fuady, S.H., M.H.,LL.M., Teori-Teori Dalam Sosiologi Hukum, (Jakarta: KENCANA, 2013), hal.28
[7] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum, (jakarta: Sinar Grafika, 1992), cet. Ke-5. hal
[8] Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), Hal. 14
[9] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.84
[10] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Latihan Ujian Pengantar Ilmu Hukum,  hal.06
[11]Soerjono Soekamto, Pengantar Sejarah Hukum, (Bandung: Alumni, 1983), hal.24
[12] Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (jakarta: Sinar Grafika 2008), hal.31
[13] Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, hal.31
[14] Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, (Bandung: P.T. Alumni, 1999), Buku 1, Hal.24 
[15] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.85
[16] Drs. C.S.T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesi,. Hal.85
[17] Ishaq, S.H., M.Hum, Dasar-dasar Ilmu Hukum, hal.32
[18] R. Susilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Demi Pasal, (Bogor: Politeia) hal.210.
[19] R. Subekti, R. Tjirto Sudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradya Paramita, 1995), hal.324
[20] Departemen Kehakiman, Beberapa Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Direktorat Jendral Hukum Dan Perundang-undangan Direktorat Penyuluhan Hukum, 1986/1987), hal.18
[21] Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL. M. Dan Dr. B. Arief Sidharta, S.H., pengantar ilmu hukum, (Bandung: P.T. Alumni, 1999), Buku 1, Hal.31-32

No comments: