BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Seperti
teori yang telah diungkapkan oleh Aristarcus
yang kemudian dipopulerkan oleh Nicolas
Copernicus bahwa “yang menjadi pusat tata surya adalah matahari dan
planet-planet berputar mengelilingi matahari”, tentu akan timbul pertanyaan
seperti apakah bentuk lintasan planet-planet guna mengelilingi matahari. Dalam
pembahasan orbitpun terdapat teori yang diungkapkan oleh johannes kepler yang
menjelaskan perihal pergerakan planet peda orbitnya. Oleh karena itu pada
kesempatan kali ini kami akan mengulas beberapa permasalahan tentang hal di
atas. Untuk mempermudah dalam pembahasan kami membuat beberapa rumusan masalah
sebagaimana tertera pada poin B.
B. Rumusan
Masalah
1. Bentuk
Orbit
2. Garak Benda Langit Pada Orbit di Hukum Kepler
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Bentuk
Orbit
Berdasarkan
pendapat para ilmuan astronomi tentang mataharilah yang menjadi pusat tata
surya dan planet berputar mengelilinginya, pastinya kita ingin mengetahui
seperti apakah bentuk lintasan perputaran planet mengelilingi matahari. Para
Ilmuwan banyak yang berpendapat bahwa bentu orbit Planet-planet adalah ellips. Pernyataan
bahwa bentuk lintasan planet mengelilingi Matahari adalah ellips pertamakali
diungkapkan oleh astronom Johannes Kepler pada tahun 1609. Pada saat itu Kepler
merupakan asisten sekaligus rekan kerja dari astronom besar Tayco Brache.
Kepler mangungkapkan bahwa bentuk orbit adalah ellips sesuai dengan hukum
pertamanya yang berbunyi “ planet-plane
mengitari matahari menurut lintasan yang berbentuk ellips dengan matahari
disalah satu titik apinya”. Lintasan planet hanya sedikit menyimpang dari
bentuk lingkaran sejati atau dengan kata lain aksitensitas ellips kecil.[1]
Dalam pandangan Johannes Kepler bahwa planet-planet yang beredar itu terikat
pada persyaratan tertentu, maka dari sinilah Kepler menggunakan tiga buah hukum
yang salah satunya tersebut di atas.
Walaupun bisa menjelaskan bahwa
orbit sebuah planet dalam mengelilingi Matahari adalah berupa ellips, namun
Kepler tidak tahu mengapa berbentuk ellips dan bukannya lingkaran sempurna,
meskipun dalam geometri bentuk ellips merupakan variasi dari lingkaran
sempurna. Barulah setelah Sir Isaac Newton mengungkapkan bahwa gravitasilah
yang bertanggung jawab tentang bentuk ellips orbit pada bukunya yang berjudul
Philosophiae Naturalis Principia Mathematica pada tahun 1686.[2]
Pada
waktu itu, hukum Kepler ini dianggap klaim radikal, karena yang berlaku
kepercayaan (terutama di epicycle berbasis teori) adalah bahwa orbit harus
didasarkan pada lingkaran yang sempurna. Teori Kepler sangat bertentangan
dengan teori yang diyakini di masa itu, yaitu teori yang dikemukakan oleh ptolomeus
mengatakan bahwa “semua
benda langit bergerak melingkari sabuah titik, dan lintasan benda ini
disebut epicycle. Epiclycle bergerak
dalam lingkaran lebih besar yang disebut deferent. Bumi bukan
pusat deferent , melainkan terletak tidak terlalu jauh
dari pusat deferent.”[3]
Ketika
planet-planet bergerak maka akan menghasilkan lintasan seperti yang terlihat
pada gambar di bawah ini:
Hukum
Kepler yang kedua berbunyi “setiap Planet bergerak sedemikian sehingga suatu
garis khayal yang ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah
dengan luas yang sama dalam waktu yang sama”.[4]
Oleh sebab itu kecepatan Bumi mengelilingi Matahari berubah tergantung jarak
Bumi ke Matahari.
Hukum
Kepler yang ketiga “pangkat dua waktu peredaran sebuah planet mangitari
Matahari berbanding lurus dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet tersebut
ke Matahari”.
2. Garak Benda Langit Pada Orbit di Hukum Kepler
Hukum
Kepler pertama: “Lintasan Setiap planet mengelilingi Matahari merupakan sebuah
ellips, dengan Matahari terletak pada salah satu fokusnya”. Secara geometris sebuah lingkaran
dan ellips merupakan bangun kurva tertutup yang serupa, hanya dibedakan oleh
nilai eksentrisitas (kelonjongan). Dalam ellips, eksentrisitas bernilai antara
0 hingga 1 sehingga terdapat dua pusat (fokus) dan dua sumbu, yakni sumbu utama
dan sumbu minor. Eksentrisitas dalam ellips merupakan rasio antara selisih
jarak kedua pusat dengan setengah sumbu utamanya. Semakin besar eksentrisitas
sebuah ellips, semakin besar jarak antara kedua pusatnya sehingga semakin
panjang pula sumbu utamanya dibandingkan sumbu minor, yang membuat ellips
semakin lonjong. Sebaliknya semakin kecil eksentrisitasnya, semakin kecil pula
jarak antara kedua pusatnya sehingga semakin kecil pula sumbu utamanya
dibandingkan sumbu minor, yang membuat ellips semakin melingkar.
Ellips merupakan sebuah kurva tertutup
sedemikian sehingga jumlah jarak pada sembarang titik P pada kurva itu ke dua
titik yang tetap (disebut fokus, F1 dan F2) tetap konstan. Yaitu, jumlah jarak
F1 P+F2 P tetap sama untuk semua titik pada kurva.[5]
Hukum
Kepler kedua berbunyi “setiap Planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis
khayal yang ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan
luas yang sama dalam waktu yang sama”.[6]
Karena itulah Bumi mengelilingi Matahari dengan kecepatan sesuai jaraknya ke
Matahari. Pada titik Perihelium Bumi mempnyai laju tercepat dan di titik
Aphelium Bumi mempunyai laju terlambat.[7]
keterangan: Dua daerah yang diarsir
mempunyai luas yang sama. Planet bergerak dari titik 1 ke titik 2 dengan waktu
yang sama dengan geraknya dari titik 3 ke titik 4. Planet bergerak paling cepat
pada bagian orbitnya yang paling dekat dengan Matahari, dan paling lambat pada
bagian orbitnya yang paling jauh dengan Matahari.[8]
Hukum
Kepler ketiga berbunyi “pangkat dua waktu peredaran sebuah planet mangitari
Matahari berbanding lurus dengan pangkat tiga jarak rata-rata planet tersebut
ke Matahari”. Maka dari hukum Kepler yang ketiga ini, stidaknya memberikan
gambaran bahwa waktu edar atau priode revolusi sebuah Planet mempunyai hubungan
dengan jarak rata-rata Planet tersebut dengan Matahari.
Hukum Kepler yang ketiga ini dipublikasikan
sepuluh tahun setelah hukum kesatu dan kedua pada tahun 1609, setelah
Kepler selesai menganalisis data posisi planet–planet hasil observasi Tyco
Brahe selama bertahun–tahun yang tercetak dalam “Rudolphine Tables”
Jika
T adalah waktu peredaran Bumi mengelilingi Matahari dan dinyatakan dengan
satuan tahun dan R adalah jarak rata-rata Bumi ke Matahari dinyatakan dengan AU
(satuan Astronomi) maka persamaan di atas akan menjadi:
Sebagai
contoh jika Bumi memiliki jarak rata-rata ke Matahari 3,5 AU maka:
BAB III
1. Kesimpulan
Pernyataan bahwa
bentuk lintasan planet mengelilingi Matahari adalah ellips pertamakali
diungkapkan oleh astronom Johannes Kepler pada tahun 1609. Pada saat itu Kepler
merupakan asisten sekaligus rekan kerja dari astronom besar Tayco Brache.
Hukum Kepler
yang pertama berbunyi “planet-plane mengitari matahari menurut lintasan
yang berbentuk ellips dengan matahari disalah satu titik apinya”.Hukum kedua berbunyi “setiap Planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis khayal yang
ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan luas yang sama
dalam waktu yang sama”. Hukum Kepler ketiga
berbunyi “pangkat dua waktu peredaran
sebuah planet mangitari Matahari berbanding lurus dengan pangkat tiga jarak
rata-rata planet tersebut ke Matahari”.
2. Penutup
Demikian makalah ini kami buat, semoga dapat
memberi manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Giancolli, Fisika Jilid 1, edisi kelima.
Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu Falak Menyimak Proses
Pembentukan Alam Semesta. Jawa Timur. Bismillah Publiser. 2012,
http//dziyaulfa.files.wordpress.com/2013/12/kepler
2. Di akses pada tanggal 02-04-2014
http//rppratio.files.wordpress.com. di akses
pada tanggal 02-04-2014
Disusun Oleh: Asshidiq achmad dan M Rifqi Hasan
[1] Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu
Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta, Bismillah Publiser, Jawa
Timur, 2012, hal.188
[2] http//dziyaulfa.files.wordpress.com/2013/12/kepler 2. Di akses pada
tanggal 02-04-2014
[3] http//rppratio.files.wordpress.com di akses pada tanggal 02-04-2014
[4] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.157
[5] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.156
[6] Ibid,
[7] Slamet Hanbali, Pengantar Ilmu
Falak Menyimak Proses Pembentukan Alam Semesta, hal.189
[8] Giancolli, Fisika Jilid 1, hal.156
No comments:
Post a Comment